Rabu, 01 Desember 2010

Yogya Tetap Istimewa

ADA dua hal yang membuat Paku Alam VIII boleh berbangga. Baru pertama kali dalam riwayat Republik kita, ada upacara pelantikan gubernur di Yogyakarta, 19 Desember. Dan, dihadiri oleh segenap gubernur, kecuali Aceh dan Tim-Tim, karena berhalangan. Sidang paripurna luar biasa DPRD DIY dengan acara tunggal pelantikan penjabat gubernur berlangsung di bangsal Kepatihan, kompleks Pemda DI Yogyakarta. Paku Alam VIII diangkat sebagai Gubernur DI Yogya berdasarkan SK Presiden No. 304/M Tahun 1988. SK Presiden 5 Desember 1988 ini juga memberhentikan dengan hormat Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai gubernur Provinsi DI Yogyakarta sejak 3 Oktober 1988. Sekalipun tidak ada SK pemberhentian Paku Alam VIII dari jabatan Wagub DI Yogyakarta. Bagi Paku Alam VIII, pengangkatan ini sebenarnya bukan suatu yang istimewa benar. Hanya perubahan sebutan saja. Karena dalam kenyataannya, "Selaku wakil gubernur, Paku Alam VIII telah melaksanakan tugas-tugas gubernur kepala daerah sehari-hari," kata Rudini dalam pidato pelantikan itu. Dan, itu telah berlangsung sejak Oktober 1946, karena Sultan HB IX selaku gubernur sibuk dengan jabatan kenegaraan di pemerintahan pusat. Jadi, "Tidak ada perbedaan yang prinsip dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, sebelum dan sesudah pelantikan ini," kata mayor jenderal tituler ini. Tapi, "Saya senang dilantik menjadi penjabat gubernur ini," ujar ayah 15 anak dengan 42 cucu itu. Setelah Sultan HB IX meninggal pada 3 Oktober 1988, jabatan gubernur DI Yogyakarta lalu banyak diperdebatkan. Karena, memang dikaitkan dengan status istimewa dari daerah yang luasnya 318.581 hektar. Masalah tersebut agak mereda setelah pidato Mendagri dalam acara pelantikan Paku Alam VIII. Kini, jabatan historis yang 43 tahun berada di tangan Sultan HB IX, tidak lagi ada kaitannya dengan keraton Yogya. "Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta tidak kami kaitkan dengan keraton," ujar Faisal Tamin, Karo Humas Depdagri, kepada Tri Budianto dari TEMPO. Hanya Paku Alam VIII saja yang membuat perlakuan terhadap DI Yogyakarta masih berbeda dengan daerah lainnya. Misalnya, soal penunjukan Paku Alam VIII sebagai penjabat gubernur, langsung dari atas tanpa melalui pemilihan di DPRD DIY, dan tanpa ketentuan masa jabatan. Lalu timbul pertanyaan: bagaimana kalau pada suatu saat Paku Alam VIII tidak mampu lagi menjalankan tugasnya? Mendagri Rudini menegaskan, "Pengaturan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta selanjutnya tidak dianalogkan dengan Kesultanan dan Pakualaman. Kesultanan dan Pakualaman merupakan kewenangan kerabat keraton Yogyakarta." Tapi, menurut Rudini, kerabat keraton bisa saja diusulkan dan dipilih untuk menduduki jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah, kalau memang memenuhi segala persyaratan dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku. Lalu di mana letak keistimewaan Yogya? "Salah satu ciri dan isi keistimewaan Yogyakarta yang tak ada duanya adalah sebagai pusat kedudukan perjuangan bangsa mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," ujar Rudini. Atas dasar itulah, Rudini menegaskan, Yogyakarta tetap dipertahankan sebagai daerah istimewa. "Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada masyarakat dan rakyat Yogyakarta yang heroik, di bawah mendiang Sultan HB IX dan Paku Alam VIII," kata Rudini. Dan hari pelantikan Paku Alam VIII pun dipilih satu hari yang heroik, yang terjadi di Yogyakarta, 19 Desember 40 tahun silam. Saat perlawanan TNI dan rakyat Yogya terhadap serbuan Belanda ke ibu kota RI Yogyakarta. I Made Suarjana, Siti Nurbaiti, dan Syahril Chili.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar